
SIAPKAH GKJ MEMASUKI ERA BARU GEREJA DIGITAL?
Oleh: Andreas UW
“Menuju Indonesia Digital 2024”, demikian topik diskusi di salah satu station televisi beberapa hari yang lalu, menghadirkan salah satu nara sumber Menkominfo Johnny G. Plate.

“Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kominfo terus berupaya melakukan akselerasi transformasi digital, salah satunya dengan menyiapkan Roadmap Digital Indonesia 2021-2024. Peta jalan itu mencakup empat sektor strategis, yaitu infrastruktur, pemerintahan, ekonomi, dan masyarakat digital. Pemerintah Indonesia ingin lebih kuat di era digital ini, baik dalam keuangan digital, perbankan digital, e-commerce, pariwisata digital, UMKM digital, dan banyak lainnya, ungkap Menkominfo Johnny G. Plate dalam Forum Asia Tech x Singapore 2021, Selasa 13 Juli 2021.” [1]
[1] https://aptika.kominfo.go.id/2021/07/akselerasi-transformasi-digital-dalam-roadmap-digital-indonesia-2021-2024/
Sebagai praktisi gereja yang bekerja di lapangan, sebenarnya saya sudah tidak sabar untuk mengatakan hal ini. Bahwa Sinode GKJ telah berusaha membangun platform database administrasi gereja sejak 2010 namun gagal diimplementasikan karena berbagai kendala yang dihadapi baik karena keterbatasan sumber daya, ketersediaan perangkat pendukung, maupun alasan lain hingga penolakan oleh gereja. Sebelum itu, dalam Sidang Sinode XXV GKJ 2009, juga telah disepakati penggunaan software administrasi keuangan yang juga tidak dapat diimplementasikan karena berbagai alasan. Seiring berjalannya waktu, sejak 2015 klasis Jakarta Bagian Timur berusaha membangun platform database gereja memanfaatkan software database gereja yang digunakan oleh GKJ Bekasi Timur. Namun lagi-lagi tidak mudah karena butuh entry data yang hingga saat ini belum juga selesai dilakukan. Poinnya, belum semua gereja (baca: majelis gereja) menyadari pentingnya database dan software administrasi bagi upaya pelayanan gereja.
Apa yang penulis sampaikan di atas merupakan salah satu contoh konkret, sekedar memberi gambaran tentang kesiapan GKJ menyambut era baru Indonesia Digital 2024. Sementara itu, pada saat ini ditengah situasi pandemi Covid-19, GKJ sebagaimana juga gereja-gereja lain, sedang berusaha keras melakukan transformasi pelayanan digital karena dipaksa oleh keadaan. Ibadah Minggu untuk semua kategori usia, bidston, pemahaman Alkitab, pelayanan katekisasi, pelayanan pastoral oleh para pendeta, rapat-rapat, dsb semuanya dilakukan secara daring baik melalui telephon, video call, tele converence, dan media sosial lainnya. Dalam pengamatan penulis, dalam tempo 6 bulan terhitung sejak awal pandemi di bulan Maret 2020 GKJ terbukti dapat melakukan penyesuaian. Ini menunjukkan bahwa sesungguhnya GKJ memiliki kemampuan yang cukup untuk dapat bertahan bahkan berpeluang mengembangkan pelayanan melalui media digital di masa depan.
Platform GKJ Digital menyisakan sebuah persoalan mendasar tentang konsep eklesiologi. Belajar dari pengalaman bagaimana GKJ memaknai, deskripsi eklesiologi GKJ sebagaimana ada di dalam Pokok-pokok Ajaran GKJ (PPA GKJ) dan Tata Gereja GKJ sangatlah terbuka.
“Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus, yang sekaligus merupakan buah pekerjaan penyelamatan Allah dan jawab manusia terhadap penyelamatan Allah, yang di dalamnya Roh Kudus bekerja dalam rangka pekerjaan penyelamatan Allah.” (PPA GKJ, PJ. 75).
Sebagai sebuah kehidupan bersama yang berpusat pada Yesus Kristus, gereja merupakan komunitas orang-orang yang memiliki spirit/semangat cinta kasih Kristus. Dalam kebersamaan dengan orang-orang yang memiliki semangat cinta kasih yang sama di manapun mereka berada, adalah juga merupakan gereja. Demikian halnya GKJ Digital, merupakan komunitas GKJ, anggota GKJ, bahkan para simpatisan GKJ yang berhimpun dalam sebuah entitas digital bernama “GKJ Digital”. Inipun merupakan buah pekerjaan penyelamatan Allah dan jawab manusia terhadap penyelamatan Allah, yang di dalamnya Roh Kudus bekerja dalam rangka pekerjaan penyelamatan Allah. GKJ Digital adalah bagian dari wujud pengakuan iman, “Aku percaya kepada Roh Kudus, Gereja yang kudus dan Am.”
GKJ Digital, ancaman atau peluang? Pertanyaan yang wajar, bertolak dari keterkejutan akan datangnya era digital yang bagi sebagian besar orang terasa begitu tiba-tiba. Tanpa bermaksud menyamakan gereja dengan pasar, suka atau tidak transformasi digital telah menjadi kebutuhan masa kini dan masa depan. Jika ada teolog yang memprediksi bahwa GKJ akan mati, penulis berkeyakinan tidak. Gereja merupakan buah karya penyelamatan Allah yang di dalamnya Roh Kudus bekerja tentu tidak akan pernah mati. Kebangkitan Kristus akan terus menginspirasi gereja untuk hidup dan bangkit di saat mengalami kesulitan. Transformasi gereja terus terjadi di sepanjang sejarahnya. Bukan hanya dari sisi ajaran seperti telah terjadi di awal abad XVI, transformasi juga dapat terjadi dari sisi wujud, bentuk, penampakan atau penampilan. Ini merupakan bagian dari proses kebudayaan yang sepenuhnya wajar. Oleh karena itu perlu disikapi pula secara wajar. Sebagaimaana telah penulis sampaikan sebelumnya, GKJ Digital bukanlah ancaman bag GKJ (konvensional) sebagaimana keberadaannya sekarang. Keberadaan GKJ Digital bagaimanapun juga tidak akan dapat menggantikan cara orang GKJ berkomunitas tetapi memperlengkapi atau mengembangkannya iya. Itulah yang dimaksud dengan “ladang baru” pertanian kita. Menuju Indonesia Digital 2024, adakah platform GKJ Digital sudah dibuat? Siapa yang akan membuat. Masing-masing GKJ, Klasis, Sinode atau siapa saja boleh membuat? Semoga jawabnya tidak perlu menunggu Sidang Sinode XXIX GKJ 2024.